MAKALAH
“LONGLIFE LEARNING”
DISUSUN OLEH
NAMA : Winda Try Astuti
NIM : 4611414001
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
JURUSAN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas limpahan, rahmat dan karunia-nya sehingga saya dapat
menyelesaikan dan menuyusun makalah Longlife Leraning. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas interpersonal skill. Makalah ini dibuat berdasarkan jurnal
longlife learning yang ISSN, buku dan dari Internet.
Makalah ini diharapkan dapat
membantu para pembaca untuk dapat memberi bekal pembelajaran pada diri
mereka sendiri sehingga para pembaca bisa mengerti apa yang disampaikan oleh
isi makalah ini. Saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk membuat makalah
ini sebagai makalah yang akan mudah dimengerti oleh para pembaca, untuk itu
kritik dan saran dari berbagai pihak baik praktisi maupun narasumber sangat
saya harapkan.
Kepada semua pihak yang telah membantu
selesainya makalah ini, saya mengucapkan banyak terimakasih semoga langkah awal
kita ini merupakan ambil dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dan semoga
kita sama mendapat limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin
Semarang, 20 Maret 2015
Penulis
Winda Try Astuti
BAB I
PENDAHULUAN
I.A Latar
Belakang
Belajar merupakan aktivitas anak (manusia) yang sangat
vital. Dibandingkan dengan mahluk lain, di dunia ini tidak ada mahluk hidup
yang sewaktu baru dilahirkan sedemikian tidak berdayanya seperti bayi manusia tidak
ada mahkuk lain di dunia ini yang setelah dewasa mampu menciptakan apa yang
telah diciptakan manusia dewasa.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari orang
dewasa, niscaya binasalah ia. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia
tidak diajar atau di didik oleh manusia lain, meskipun bayi yang baru dilahirkan
itu membawa beberapa naluri dan potensi-potensi yang diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya. Namun potensi-potensi bawaan tak dapat berkembang dengan
baik tanpa adanya pengaruh dan luar. Usia bukan hanya mahiuk biologis seperti
halnya hewan, tetapi juga mahiuk social budaya. Karena itu manusia membutuhkan
kepandaian yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, dan semua ini hanya dapat
dicapai melalui belajar. Jelas bahwa belajar sangat penting bagi kehidupan
seorang manusia. Disamping itu dapat dipahami bahwa anak (manusia) membutuhkan
waktu yang lama untuk belajar, sejak dari masa kanak-kanak sampai masa tua
sepanjang kehidupannya.
I.B Rumus
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Learning?
2.
Apa
saja pilar Learning ?
3.
Apa
saja konsep longlife Learning ?
4.
Apa
saja ciri-ciri Learner ?
5.
Apa
saja dasar, tujuan dan manfaat longlife learning?
6.
Apa
saja target longlife learning?
7.
Apa
saja Implikasi Longlife Learning ?
8.
Apa
saja proses Longlife Learning?
9.
Apa
saja Faktor yang menghambat proses belajar ?
10. Apa saja Faktor yang Mendukung proses belajar
?
11. Apa saja Upaya mewujudkan masyarakat belajar
?
12. Apa saja Revolusi Belajar ?
13. Bagaimana membentuk kemandirian ?
I.C Tujuan
1.
Untuk
memenuhi tugas interpersonal skill
2.
Untuk
mengetahui konsep longlife learning secara menyeluruh.
BAB II
PEMBAHASAAN
II.A Pengertian Learning
Berikut pengertian Belajar menurut para
ahli,antara lain:
1.
Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
2.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi
Suryabrata, 1984:252) belajar
merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian
menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan
oleh lainnya.
3.
Hilgard berpendapat Learning is the proses by
which an activity originates as changed through training procedures (whether in
the laboratory or in the natural environment). Belajar adalah proses yang
melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam
laboratorium atau dalam Iingkungan alamiah.
4.
Morgan berpendapat belajar adalah setiap
perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.
5.
James P. Chaplin berpendapat learning yang
berarti perolehan dari sembarang perubahan yang relative permanent dalam
tingkah laku sebagai hasil praktek atualisai pengalaman.
Dikata belajar apabila membawa suatu perubahan pada
individu yang belajar. Perubahan ini tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan,
melainkan dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan,
minat dan kepercayaan diri. Karena itu
seorang yang belajar itu tidak sama lagi dengan saat sebelumnya, ia lebih
sanggup menghadapi kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan
keadaan, selain itu ia akan bertambah pengetahuan sehingga dapat menerapkan
secara fungsional dalam situasi hidupnya.
Dalam hubungan dengan usaha pendidikan, maka
belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Havinghurt berpedapat
Fase-fase perkembangan pada manusia yaitu :
1.
Fase perkembangan masa kanak-kanak;
2.
Fase perkembangan masa anak;
3.
Fase perkembangan masa remaja;
4.
Fase perkembangan masa dewasa awal;
5.
Fase perkembangan masa setengah baya;
6.
Fase perkembangan masa tua.
Untuk memenuhi tugas-tugas
pada setiap fase, dicapai melalui belajar. Dari hal itu muncul konsep belajar
untuk memberikan layanan-layanan dari prioritas bagi mereka yang tidak lagi
belajar pada pendidikan diri dan turut berpartisipasi didalam aktivitas
kehidupan di dalam masyarakat.
II.B Empat Pilar Learning
Upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu UNESCO mencanangkan
empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu: learning to know,
learning to do, learning to be, dan learning to live together.
1.
Learning to know : Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk
mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan.
Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya
Learning to How. Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk
mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di
samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog
bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
2.
Learning to do : Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa
melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam
ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara
sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat
atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk
mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu
sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk
mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam
berbagai situasi. Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya
memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki,
serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan
sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak
dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat
juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa
keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata
3.
Learning
to be : Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses
menjadi diri sendiri (learning to be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan
bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi
lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya
bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa
yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator
sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan
maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap
kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah
yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Pilar ketiga yang
dicanangkan Unesco adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang).
4.
Learning
to live together : Belajar memahami
dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Terjadinya
proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama),
pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka,
memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang
memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat
dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu
tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman
tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
II.C Konsep Longlife learning
Longlife
learning (belajar sepanjang hayat) adalah konsep tentang belajar terus menerus
dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat,
sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia.
Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk
belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlangsung dalam keluarga,
disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Untuk
indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup melalui kebijakan Negara (
Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap No. IV/ MPR / 1978 Tentang GBHN ) yang
menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional, antara lain :
1.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat
Indonesia (arah pembangunan jangka panjang ).
2.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan didalam keluarga (rumah tangga ), sekolah dan masyarakat. Karena
itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah. (BAB IV GBHN bagian pendidikan ).
II.D Ciri-ciri Longlife Learner
Ilmu yang dimiliki oleh seseorang akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya, begitu juga lifelong learner sejati. Menurut Eikenberry (2007) ada beberapa karekteristik yang secara umum dimiliki oleh lifelong learner yaitu :
Ilmu yang dimiliki oleh seseorang akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya, begitu juga lifelong learner sejati. Menurut Eikenberry (2007) ada beberapa karekteristik yang secara umum dimiliki oleh lifelong learner yaitu :
1.
Memiliki pola pikir yang tertata.
Dalam
melakukan kegiatan termasuk belajar kita harus memiliki pikiran seperti seorang
ahli. Pikiran tersebut akan memberi peluang besar untuk menguasai ilmu
pengetahuan.
2.
Membuat hubungan.
Agar
pengetahuan dapat berkembang maka diperlukan penguasaan pembuatan hubungan
antara informasi yang satu dengan yang lain.
3.
Fleksibel dan dapat beradaptasi dengan baik.
Belajar
adalah akibat adanya perubahan, lifelong learner harus dapat beradaptasi dengan
berbagai perubahan yang terjadi.
4.
Selalu mempelajari sesuatu.
Lifelong
learner menyamakan otaknya dengan otot yang harus terus dilatih setiap hari
secara rutin.
5.
Penuh rasa keingintahuan.
Satu
dari banyak pertanyaan menakjubkan yang sering dilontarkan oleh seorang
lifelong learner adalah `mengapa`. Pertanyaan ini menggambarkan rasa
keingintahuan yang besar.
6.
Cara Belajar dengan banyak.
Ada
banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan proses belajar. Namun yang
terbaik adalah memadukan berbagai langkah misalnya saja dengan memaksimalkan
membaca, mendengar dan berbicara bahkan praktek.
7.
Menjadi sumber ilmu.
Ada
banyak hal yang dapat diperoleh dengan menjadi sumber ilmu. Selain pemahaman
lebih mendalam, ilmu pengetahuan yang dimiliki semakin terasah.
Disamping itu, tujuh karakter seorang lifelong learner lebih singkat diungkapkan oleh Smith (2007) yaitu :
1. Memiliki pengetahuan dengan pemahaman mendalam
2. Pemikir kompleks
3. Orang yang kreatif
4. Aktif dalam mencari informasi
5. Pembicara efektif
6. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
7. Pembelajar sendiri yang ulung
Disamping itu, tujuh karakter seorang lifelong learner lebih singkat diungkapkan oleh Smith (2007) yaitu :
1. Memiliki pengetahuan dengan pemahaman mendalam
2. Pemikir kompleks
3. Orang yang kreatif
4. Aktif dalam mencari informasi
5. Pembicara efektif
6. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
7. Pembelajar sendiri yang ulung
II.E Dasar,Tujuan, dan Manfaat Longlife
Learning
·
Dasar Long life Learning
Pembahasan
tentang konsep pendidikan seumur hidup ini diuraikan dalam dua bagian yaitu
ditinjau dari dasar teoritis/ religios dan dasar yuriditisnya.
1.
Dasar Teoritis/
Religious
Konsep
pendidikan seumur hidup ini pada mulanya dikemukakan oleh filosof dan pendidik
Amerika yang sangat terkenal yaitu John Dewey. Kemudian
dipopulerkan oleh Paul Langrend melalui bukunya : An Introduction to
Life Long Education. Menurut John Dewey, pendidikan itu menyatu dengan
hidup. Oleh karena itu pendidikan terus berlangsung sepanjang hidup sehingga
pendidikan itu tidak pernah berakhir. Konsep
pendidikan yang tidak terbatas ini juga telah lama diajarkan oleh Islam,
sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi :
للحدالىإلمهدامنلعلماطلبا
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahad”.
2.
Dasar Yuridis
Konsep pendidikan seumur
hidup di Indonesia mulai dimasyarakatkan melalui kebijakan negara yaitu melalui
:
a.
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 JO TAP. NO. IV/MPR/1978 tentang GBHN menetapkan prinsip-prinsip
pembangungan nasional, antara lain :
ü Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia
(Arah Pembangunan Jangka Panjang)
ü Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan
dalam keluarga (rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Bab
IV GBHN Bagian Pendidikan).
b.
UU Nomor 2 Tahun 1989
Penegasan tentang pendidikan seumur hidup,
dikemukakan dalam Pasal 10 Ayat (1) yang berbunyi : “penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu pendidikan luar sekolah dalam hal ini
termasuk di dalamnya pendidikan keluarga, sebagaimana dijelaskan pada ayat (4),
yaitu : “pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar
sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan agama, nilai
budaya, nilai moral dan keterampilan”.
UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 4 sebagai berikut :
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebanyakan.
·
Tujuan Longlife Learning
1.
Mengembangkan
potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh
aspek pembaurannya seoptimal mungkin.
2.
Dengan
meningkatkan proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat
hidup dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung seumur hidup
·
Manfaat
Longlife Learning
1.
Tinjauan Ideologis
Pendidikan
seumur hidup atau lifelong learning akan memungkingkan seseorang mengembangkan
potensi-potensinya sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebab pada dasarnya semua
manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak sama, khususnya untuk mendapatkan
pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan keterampilannya (skill).
2.
Tinjauan Ekonomis
Melalui pendidikan, merupakan cara paling efektif untuk
keluar dari suatu lingkaran yang menyeret kepada kebodohan dan kemelaratan. Pendidikan
seumur hidup dalam konteks ini memungkingkan seseorang untuk :
a.
Meningkatkan produktifitasnya
b.
Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber
daya dimilikinya
c.
Memungkinkan
hidup dalam lingkungan yang lebih sehat dan menyenangkan
d.
Memiliki
motivasi dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya secara tepat, sehingga
pendidikan keluarga menjadi sangat penting dan besar artinya.
3.
Tinjauan Sosiologis
Pada umumnya di
negara-negara sedang berkembang ditemukan masih banyaknya para orang tua yang
kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya. Oleh
karena itu, banyak anak-anak mereka yang kurang mendapatkan pendidikan formal,
putus sekolah atau tidak bersekolah sama sekali. Dengan demikian pendidikan
seumur hidup kepada orang akan merupakan solusi dari masalah tersebut.
Di negara demokrasi, menginginkan seluruh rakyat
menyadari pentingnya hak memilih dan memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR dan
sebagainya.
5.
Tinjauan Teknologis
Di era globalisasi
seperti sekarang ini, tampaknya dunia dilanda oleh eksplosi ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) dengan berbagai produk yang dihasilkannya. Semua orang,
tak terkecuali para pendidik, sarjana, pemimpin dan sebagainya dituntut selalu
memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya seperti apa yang terjadi di
negara maju.
6.
Tinjauan Psikologis dan Paedagogis
Perkembangan IPTEK
sangat pesat mempunyai dampak dan pengaruh besar terhadap berbagai konsep,
teknik dan metode pendidikan. Disamping itu, perkembangan tersebut juga makin
luas, dalam dan kompleks, yang menyebabkan ilmu pengetahuan tidak mungkin lagi
diajarkan seluruhnya kepada anak didik di sekolah.
Oleh karena itu, tugas
pendidikan jalur sekolah yang utama sekarang ialah mengajarkan bagaimana cara
belajar, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus
sepanjang hidupnya, memberikan skill kepada anak didik secara efektif agar dia
mampu beradaptasi dalam masyarakat yang cenderung berubah secara cepat. Berkenaan
dengan itulah, perlu diciptakan suatu kondisi yang merupakan aplikasi asas
pendidikan seumur hidup atau lifelong learning.Demikian keadaan pendidikan
seumur hidup yang dilihat dari berbagai aspek dan pandangan. Sebagai pokok
dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan
yang sistematik, terorganisisr untuk belajar disetiap kesempatan sepanjang
hidup mereka. Semua itu adalah tujuan untuk menyembuhkan kemunduran pendidikan
sebelumnya, untuk memperoleh skill yang baru, untuk meningkatkan keahlian
mereka dalam upaya pengertian tentang dunia yang mereka tempati, untuk
mengembangkan kepribadian dan tujuan-tujuan lainnya.
Konseptualisasi
pendidikan seumur hidup yang merupakan alat untuk mengembangkan
individu-individu akan belajar seumur hidup agar lebih bernilai bagi
masyarakat.
II.F Target Longlife Learning
Belajar
sepanjang hayat dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga, dalam pendidikan
formal, dan dalam pendidikan non formal.
a.
Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga
Tempat
belajar yang pertama bagi seorang manusia adalah lingkungan keluaraga, pada
tahap inilah tahap yang paling menentukan seorang anak untuk memulai
pembelajaran dalam keluarganya.Khususnya dalam ajaran Islam pembelajaran sudah
dimulai ketika seorang bayi masih berada dalam rahimnya, dalam konsep ini jelas
bahwa Islam memang sangat memperhatikan umatnya untuk senantiasa belajar.
Kemudian dalam Islam dijelaskan berdasarkan hadis Rasulullah Saw “Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya
sebagai Yahudi Nasrani atau Majusi.” Dalam hadis ini jelas bahwa peran orang
tua dalam keluarga sangatlah penting untuk mendidik putra-putrinya, orang
tuanyalah yang akan membentuk pribadi anaknya dalam lingkungan keluarga.
Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga menurut penulis bisa
dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1.
Belajar pada masa balita
Dalam
masa balita orang tua mulai bisa mengajarkan kepada anaknya, sesuai dengan
kemampuan serta fase perkembanganya.Misalnya dengan mengajarkan atau melatih
anak untuk bisa merangkak, kemudian berdiri, berjalan walaupun pembelajaran
seperti ini bisa terjadi secara alami tapi tetap membutuhkan perhatian khusus
dari orang tua. Selain itu pada masa balita bisa dilakukan pembelajaran seperti
mengucapkan kalimat atau kata sederhana serta belajar bicara dan lain
sebagainya
2.
Belajar pada masa kanak-kanak
Dalam
fase ini orang tua mempunyai peranan penting untuk memberikan pembelajaran pada
anak-anaknya, orang tua mulai memberikan pembelajaran misalnya bagaimana mereka
menggunakan pakaian atau melepaskannya, mebiasakan anak untuk hidup disiplin
dengan cara memberikan contoh misalnya dengan berangkat dan pulang sekolah
tepat waktu, belajar dan bermain sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
Pada masa ini pembelajaran mengenai hidup bersih juga bisa mulai diberikan
misalnya dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, membuang sampah pada
tempatnya, dan lain sebagainya. Dalam fase ini orang tua bukan hanya memberikan
pembelajaran tetapi harus bisa memberikan contoh karena cenderung seorang anak
biasanya melakukan sesuatu dari apa yang dilihatnya. Pada masa ini pembentukan
karakter juga bisa diberikan misalnya dengan mencium tangan orang tua ketika
berangkat dan pulang sekolah disertai mengucapkan salam, menghormati yang lebih
tua, membiasakan sholat lima waktu dan lain sebagainya.
3.
Belajar pada masa remaja
Masa
remaja merupakan masa yang paling rentang, pada fase ini seorang anak cenderung
mempunyai sifat labil, oleh sebab itu peranan orang tua dalam memberikan
pembelajaran dalam lingkungan keluarga sangatlah penting.Agar pada masa ini
bisa berkembang dengan baik, tanpa terpengaruh oleh lingkungan luar,
terpengaruh oleng teman-teman bergaulnya. Pada masa ini konsep pembelajaran
sepanjang hayat mempunyai peranan penting karena dalam fase ini pula seorang
anak akan mulai mencari jati dirinya, mulai mengenal dunia pergaulan, dan
cenderung memiliki keinginan untuk punya kebebasan dalam melakukan sesuatu.
Pembelajaran disiplin dan pengwasan serta perhatian dari orang tua sangatlah
penting agar anak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang positif serta
berkembang secara normal.
4.
Belajar pada masa dewasa
Konsep
belajar sepanjang hayat pada masa dewasa merupakan masa yang penting dilakukan
dalam lingkungan keluarga.Pada fase ini seorang anak remaja yang berkembang
menjadi manusia dewasa mulai mengenal jati dirinya, bahkan memilki karakter
tersendiri.Pada masa ini pula biasanya kecenderungan seseorang untuk menyudahi
belajar sangat dominan khususnya perempuan.Diawali selesai masa kuliah,
kemudian menikah, punya anak dan memilki keluaraga.Pada masa-masa ini seseorang
cenderung lebih memetingkan keluarga, pekerjaan dibadingkan dengan belajarnya.Padahal
pada masa ini pembelajaran masih tetap bisa dijalankan.Oleh sebab itu dalam
lingkungan keluarga ini orang tua harus bisa memberikan pemahan kepada
anak-ankanya agar terus belajar sepanjang hidupnya, baik belajar formal maupun
non formal.
5.
Belajar pada masa tua atau usia lanjut
Dalam
lingkungan keluarga Konsep pembelajaran dalam Islam bahwa belajar tidak
mengenal usia, sesuai dengan hadis yang ada pada landasan diatas. Maka
sesunggunya pada usia ini seseorang harus tetap belajar, yang tentunya dilakukan
dalam keluarga. Pada masa ini orang tua bisa belajar pada anak-anaknya atau
pada masa ini orang tua memberikan pembelajaran pada anak-anaknya. Karena
sesunggunya belajar sepanjang hayat bukan hanya belajar tapi juga memberikan
pembelajaran. Orang tua yang memilki banyak ilmu maka ia akan semakin bijak
dalam mengambil keputusan dalam setiap masalah yang dihadapi dalam hidupnya.
b.
Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Formal
Pembelajaran
sepanjang hayat (Long Life Learning) dalam pendidikan formal, adalah
pembelajaran yang sistematis dan terencana, memilki tujuan – tujuan khusus
sesuai dengan bakat, kemampuan atau jurusan yang diminati oleh pembelajar. Yang
termasuk dalam pendidikan formal adalah dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah
kejuruan, perguruan tinggi, D1, D2, D3, S1,S2, dan S3. Pada pendidikan formal
setelah seseorang meyelesaikan program sekolah menegah atas atau kejuruan,
setiap orang diperbolehkan untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, tak
mengenal usia, jenis kelamin, suku dan golongan. Oleh sebab itu hal ini berlaku
sampai kapanpun selama sesorang masih memilki keinginan untuk belajar maka
selama itu pula banyak kesempatan bagi setiap orang untuk melanjutkan kejenjang
yang lebih tinggi.
c.
Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Non Formal
Belajar
tidak mengenal usia, waktu dan tempat, dimanapun kapanpun kita bisa belajar
dari kehidupan ini. Belajar tidak harus dibangku sekolah atau pendidikan formal
serta berijazah, tetapi belajar bisa dimana saja, dari berbagai sumber yang
berisi tentang pengetahuan.Banyak orang yang belajar ototidak (belajar sendiri)
namun mereka lebih berhasil dari orang-orang yang berpendidikan formal, itu
artinya belum tentu orang yang berpendidikan formal bisa lebih sukses daripada
orang yang tidak berpendidikan formal. Sesungguhnya yang membuat orang menjadi
sukses adalah kemampuannya beradaptasi dengan orang lain, komunikatif, pandai begaul, punya kemauan keras dan tentunya skil tidak
kalah penting. Pendidikan non formal tidak mengenal ruang dan waktu, setiap
orang bisa belajar kapanpun, orang bisa belajar dari apa yang dilihatnya, di
dengarnya, dirasakannya, dialaminya dan lain sebagainya. Konsep pendidikan
sepajang hayat pada pendidikan non formal lebih luas dari yang
lainnya.Pendidikan non formal ini bisa dilakukan seperti kelompok belajar,
organisasi, tempat kursus atau pelatihan, atau ditempat – tempat pengajian
ibu-ibu dan bapak-bapak.Oleh sebab itu sudah seharusnya setiap orang harus
terus belajar dari setiap perjalanan hidupnya sampai ajal menjemputnya.Karena
ilmu pengetahuan sangat berguna bagi setiap orang walalupun bagi orang yang
sudah berusia lanjut sekalipun.
II.G Implikasi Longlife learnimg
Implikasi diartikan sebagai akibat langsung atau
konsekuensi dari suatu keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Menurut W.P Guruge dalam
buku Toward Better Educational Management, implikasi pendidikan seumur hidup
pada program pendidikan adalah :
1. Pendidikan baca tulis
fungsional
a.
Memberikan
kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
b.
Menyediakan
bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan
yang telah dimilikinya tersebut.
2. Pendidikan vokasional
Pendidikan vokasional sebagai program pendidikan di luar
sekolah bagi anak di luar batas usia sekolah atau sebagai program pendidikan
formal dan non formal dalam rangka ‘apprentice ship training merupakan salah
satu program dalam pendidikan seumur hidup. Namun pendidikan vokasional tidak
boleh dipandang sebagai jalan pintas tetapi tetap dilaksanakan secara kontinu.
3. Pendidikan profesional
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap
profesi hendaklah tercipta built in mechanism yang memungkinkan golongan
profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut
metodologi, perlengkapan, terminologi, dan sikap profesionalnya.
4. Pendidikan ke arah
perubahan dan pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan
usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga
merupakan konsekuensi penting dari asas pendidikan seumur hidup.
5. Pendidikan
kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik perlu
diberikan dalam pendidikan seumur hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
baik menjadi rakyat maupun pimpinan.
6. Pendidikan kultural dan
pengisian waktu senggang
Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang perlu
diberikan secara konstruktif sebagai bagian konsep long life education. Dengan
cara ini waktu senggang dapat dimanfaatkan berbasis budaya yang baik sehingga
pendidikan seumur hidup dapat berjalan menyenangkan.
II.H Proses Longlife Learning
Tahapan belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua
bagian. Bagian yang pertama ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh
panca indera, karena proses belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang
melakukan kegiatan belajar. Proses ini sering disebut dengan proses intern.
Bagian yang kedua disebut proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan
apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan
adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
Menurut
Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang
belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :
a. Motivasi
Yang
dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila
dalam diri peserta didik tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses
belajar tidak akan berjalan dengan baik. Jika demikian halnya, pendidik harus
menumbuhkan minat belajar tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan
menjelaskan pentingnya pelajaran dan mengapa materi itu perlu dipelajari.
b.
Perhatian pada Pelajaran
Peserta
didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak
terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini
sangat tergantung pada pembimbing.
c.
Menerima dan Mengingat
Setelah
memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta
menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi pada
diri orang yang sedang belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penerimaan dan pengingatan ini, seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran
, dan interverensi.
d.
Reproduksi
Dalam
proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi
baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia
terima. Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu
menyajikan pengajarannya dengan cara yang mengesankan.
e.
Generalisasi
Pada
tahap generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah
dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi
juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu
ke situasi yang lain.
f.
Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan serta
Umpan Balik
Dalam tahap
ini, peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang telah
diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar memahami,
maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh
peserta didik. Tes yang diberikan pun dapat berupa tes tertulis maupun lisan.
Selanjutnya, pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan
mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta
didik dapat mengetahui seberapa ia memahami apa yang diajarkan dan dapat
mengoreksi dirinya sendiri.
II.I Faktor Penghambat Belajar.
Beberapa
kondisi yang tidak kondusif memang tidak berpengaruh langsung
terhadap kecerdasan seseorang. Akan tetapi jika dibiarkan, potensi
seseorang tak mungkin tergali secara utuh. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
kita mesti mengenali beberapa faktor penghambat perkembangan kecerdasan
sekaligus cara mengatasinya.
ü Stres
Stres bisa diartikan sebagai ketegangan fisik
dan mental/emosional karena tubuh memberikan respons terhadap tuntutan,
tekanan, dan gangguan yang ada di sekelilingnya. Stres bisa dipicu kejadian
tertentu, selain akibat pengaruh lingkungan. Boleh dibilang stres itu sendiri
bak pisau dibelah dua. Di satu sisi bisa memacu motivasi belajar. Bukan tidak
mungkin dalam kondisi tertentu, stres justru membuat seseorang merasa terpacu
untuk belajar akibat adanya persaingan. Stres yang seperti ini bisa dibilang
berdampak positif. Sementara di sisi lain bisa saja stres menghambat proses
belajar.
Dampak
negatif muncul jika kadar stres sudah berlebihan (distress). Akibatnya, daya
tangkap menurun. Bisa dipahami, stres yang berlebihan tentu menimbulkan
hambatan emosi yang selanjutnya mengusik kemampuan seseorang menyerap dengan
baik informasi maupun stimulasi dari lingkungannya.Akibat lebih jauh, proses
belajar seseorang mengalami keterlambatan. Jika seharusnya ia bisa memahami
pelajaran sekitar 80-100% dari yang diberikan, maka gara-gara kesal, marah, dan
frustrasi kemampuan belajarnya jadi jauh berkurang. Selain itu, fungsi kerja
organ-organ tubuh anak akan ikut terganggu. Gejalanya berupa beragam gangguan
psikosomatis dari sakit perut, sakit kepala, demam, gatal-gatal, mual, dan
sebagainya.
Berikut 2
hal yang umumnya menyebabkan anak stres:
1) Tuntutan terlalu tinggi
Sejak
bayi, orang tua pastilah berusaha merawat dan mengasuh anaknya supaya sehat dan
cerdas. Beragam stimulasi dilakukan agar perkembangan anak bisa optimal.
Tindakan ini awalnya jelas bertujuan baik, tapi jika berlebihan bisa membuat
anak stres. Harapan orang tua yang terlalu tinggi membuat anak mudah frustrasi.
Contohnya, bayi usia 6-7 bulan dituntut untuk belajar berjalan. Alih-alih bisa
cepat berjalan, anak malah enggan turun ke lantai.
Begitu
juga saat menginjak usia sekolah. Wajar bila orang tua berharap anaknya
menguasai beragam kemampuan. Menjadi tidak wajar jika dalam mewujudkan harapan
tadi orang tua lantas "menggenjot" anaknya mengikuti kursus ini-itu.
Tentu tak terlalu jadi masalah kalau si anak memang berminat sekaligus memiliki
kemampuan di bidang tersebut. Akan tetapi bagaimana jika sebaliknya? Tuntutan
dan harapan yang tinggi bahkan kelewat tinggi malah bisa menjadi bumerang.
Salah satunya, motivasi belajar anak merosot atau malah padam sama sekali.
Contoh
lain adalah orang tua yang mendaftarkan anaknya ke sekolah dengan sistem full
day semata-mata agar aktivitas belajarnya bisa terkontrol seharian. Padahal
anak yang tak mampu mengikuti jam belajar yang lama atau panjang tentunya akan
mengalami masalah. Bisa saja dia mogok sekolah gara-gara tak betah duduk manis.
Ini akan terlihat dalam diri anak yang mengemukakan berbagai alasan agar bisa
tidak masuk sekolah.
Solusinya,
tak ada jalan orang tua mesti tanggap terhadap apa pun yang dialami anak. Cari
tahu sumber stresnya. Dalam hal ini, orang tua mesti bersedia berintrospeksi
diri. Bukan tidak mungkin anak stres gara-gara harapan orang tua yang terlalu
tinggi. Pahami juga kebutuhan, keinginan dan kemampuan anak. Dengan kata lain,
jangan memaksakan kehendak kita pada anak.
2) Labeling
Pelabelan
merupakan tindakan memberi label atau ciri-ciri pada anak berdasarkan perilaku,
sifat, atau bentuk fisiknya. Contohnya menyebut anak dengan label, si lelet, si
nakal, si malas, si hitam, si cengeng, si payah, dan sebagainya.
Sebutan-sebutan negatif seperti itu asal tahu saja akan menghempaskan
kebanggaan diri yang akhirnya membuat anak stres. Ironisnya, disadari atau
tidak, anak yang kerap mendapat label-label negatif justru cenderung
berperilaku sesuai dengan label yang ditempelkan padanya. "Ya saya memang
payah. Belajar apa pun toh enggak akan membuat saya pintar."
Sungguh
sayang jika potensi kecerdasan anak tidak terasah gara-gara ulah orang tua
memberi label-label buruk kepadanya. Dampak pelabelan ini akan terasa saat anak
menginjak usia prasekolah. Kenapa? Karena saat itulah anak bisa memahami
sepenuhnya makna label yang diberikan kepadanya. Mulai saat ini, alangkah
bijaksananya bila orang tua belajar menahan diri untuk tidak mengucapkan
kata-kata yang bisa meruntuhkan harga diri anak.
Yang tak
kalah penting, jangan pernah membanding-bandingkan seorang anak dengan anak
lainnya. Contohnya bila si bungsu tak sepintar si sulung. Simpan saja keinginan
berkomentar, "Tiru kakakmu itu lo yang selalu dapat nilai bagus!".
Komentar-komentar tak sedap seperti itu hanya akan mengikis konsep diri anak.
Fokuslah hanya pada kesalahan/kekurangan yang dilakukan anak dan bukan
menyerang pribadinya. Kalau tulisannya kurang bagus, ya ajari bagaimana cara
menulis yang benar agar hasilnya baik, tanpa harus mencapnya dengan sebutan
negatif.
ü Lingkungan
yang tidak kondusif
Rumah
dikatakan sebagai lingkungan kondusif jika seluruh anggota keluarga maupun
sarana fisik yang ada mendukung kegiatan belajar. Lingkungan rumah yang aman
dan nyaman tentu akan membuat anak senang bereskplorasi karena tak ada bahaya /
hambatan yang menghadang. Masalahnya, sering tidak disadari ada beberapa
kebiasaan dan kondisi di rumah yang mengganggu proses belajar anak. Antara lain
televisi yang menyala terus, kelewat banyak menugaskan anak melakukan pekerjaan
rumah tangga, serta tidak tersedianya meja belajar dan kamar bersih dengan
penerangan cukup. Hal-hal tersebut pasti berpengaruh terhadap proses belajar
anak.
Lingkungan
sosial seharusnya juga memberi dukungan pada proses belajar anak. Jika orang-orang
dewasa di sekitar tempat tinggalnya tidak pernah mengenalkan waktu belajar yang
terarah, juga rutinitas kehidupan yang teratur maka sedikit banyak akan membuat
anak jadi malas belajar. Begitu pula jika anak-anak di lingkungan rumah tidak
terbiasa menjalani disiplin waktu, maka besar kemungkinan anak kita akan
terbawa menjadi seperti itu. Terlebih di usia sekolah, pengaruh teman jauh
lebih kuat dibanding pengaruh orang tua. Ia mungkin tak kuasa menolak ajakan
temannya bermain sepanjang waktu, melupakan jam istirahat serta jam belajarnya.
ü Trauma
Trauma
bisa menghambat optimalisasi potensi yang dimiliki anak. Umpamanya, seorang
anak sebenarnya berbakat dalam musik tapi karena ada pengalaman tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kegiatan bidang tersebut, ia akhirnya
berusaha menjauh. Bisa karena guru musiknya yang tak ramah, suasana belajar
yang tak menarik, dan sebagainya. Jangan heran kalau akhirnya potensi musikal
si anak jadi tidak berkembang.
Trauma
juga bisa muncul akibat kekerasan yang dialami anak (child abuse). Anak yang
sering bersentuhan dengan kekerasan, entah dari orang tua atau sosok terdekat
lainnya, sangat mungkin mengalami hambatan emosi. Tanpa kemampuan
mengekspresikan emosi, akan sulit bagi anak untuk mengembangkan diri.
Ada
beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma, salah satunya dengan
mengubah gaya pendekatan atau cara penyampaian materi. Kalaupun tetap tidak
membuahkan hasil, mau tak mau anak harus dijauhkan dari si sumber trauma.
ü Kejenuhan
dalam belajar.
Jenuh
dalam belajar berarti belajar dalam waktu tertentu tetapi tidak mendatangkan
hasil. Membaca, tetapi tidak memahami apa yang dibaca. Mendengar, tetapi
pendengaran itu hanya sebatas mendengar saja, tidak merekam, masuk kiri keluar
kanan. Singkatnya, ketika dalam keadaan jenuh, akan sangat sulit untuk mencapai
kondisi konsentrasi, artinya tidak ada kerjasama yang baik antara indra yang
terlibat dalam belajar dengan otak.Muhibbin Syah dalam bukunya yang berjudul
Psikologi Belajar menyatakan bahwa “penyebab kejenuhan yang paling umum adalah
keletihan yang melanda si pembelajar, karena keletihan dapat menjadi penyebab
munculnya perasaan bosan pada pembelajar yang bersangkutan”. Menghindari
keletihan adalah hal yang paling disarankan, agar ketika belajar, berada
pada kondisi yang benar-benar siap belajar. Kemudian jika keletihan telah
melanda, apa yang harus dilakukan atau jika hal itu belum muncul, apa yang bisa
dilakukan untuk menghindarinya.
Pada
buku yang sama Muhibbin Syah menyarankan beberapa kiat yang dapat dilakukan,
yaitu :
-
Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan
dan minuman yang bergizi dengan takaran yang lebih.
-
Menjadwalan ulang kegiatan rutin yang akan
dikerjakan.
-
Pengubahan atau penataan kembali lingkungan
belajar.
ü Tidak
menyenangi objek yang dipelajari.
Ketika
hendak mempelajari sesuatu, maka perasaan senang dululah yang terlebih dahulu
dimunculkan terhadap subjek yang akan dipelajari. Ketika muncul rasa tidak
senang dalam diri untuk mempelajari sesuatu, maka secara tidak sadar orang
tersebut telah menggerakkan otak untuk menolak segala sesuatu yang berkaitan
dengan subjek yang akan ia pelajari.
ü Kondisi
Psikologi
Ketika
belajar, seharusnya berada dalam keadaan yang rileks dan siap
menerima materi pelajaran. Kondisi ini diibaratkan sebuah gelas kosong siap
diisi air. Gelas kosong tersebut tentunya dalam keadaan tidak terbalik. Jika
gelas kosong dalam keadaan terbalik, maka air yang dikucurkan tidak pernah akan
masuk ke dalam gelas. Kondisi gelas yang benar diibaratkan konsidi psikologis
yang siap belajar, siap menerima kucuran ilmu. Sedangkan kondisi gelas yang
terbalik itu diibaratkan kondisi ketika tidak siap belajar, dan tidak akan
mendapatkan ilmu ketika dipaksakan belajar.
ü Tidak
menyenangi objek yang dipelajari.
Setelah
seseorang menyenangi suatu pelajaran, maka tidak berhenti disitu saja. Jika
seseorang berpatokan ketika menyenangi suatu pelajaran, maka ia tidak akan
merasa kesulitan dalam belajar, hal tersebut salah total. Setelah menyenanginya
pelajaran tersebut, sebaiknya harus mencari tahu apa manfaat mempelajari suatu
materi pelajaran tersebut. Hal tersebut meliputi apa yang akan didapatkan jika
mempelajari pelajaran tersebut, Apakah pengetahuan yang didapatkan
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Buat sebanyak mungkin kemungkinan jawaban,
semakin banyak jawaban yang dibuat, maka akan semakin membangkitkan motivasi
dalam diri.
ü Guru
yang kurang baik
Perlu
dijelaskan disini, bahwa guru yang baik adalah bukan guru yang jenius. Kita
mungkin pernah mendapatkan seorang guru yang katanya terlalu pintar, sehingga
ketika ketika mengikuti pelajarannya yang terjadi adalah bingung, karena sang
guru hanya berbicara dengan papan tulis. Bukan seperti itu guru yang baik. Guru
yang baik justru guru yang dapat mentransferkan ilmu yang dimilikinya kepada
anak didiknya. Mentransferkan ilmu yang saya maksud adalah beliau mempunyai
kemampuan untuk membuat anak didiknya menjadi paham terhadap subjek yang sedang
dipelajari.
Ada sebagian siswa yang mendefinisikan guru yang baik adalah guru yang
dengan mudah memberi nilai bagus kepada siswanya. Ini jelas keliru, jika hal
ini terjadi, maka sang guru telah menodai kesucian pendidikan. Nilai hanya
sebuah ukuran, dan nilai itu ditentukan oleh siswa bukan oleh guru. Tugas guru
hanya mengolah nilai bukan menentukan nilai. Jadi jika ingin mendapatkan nilai
bagus untuk nilai raport, maka berjuanglah untuk mendapatkan nilai bagus
disetiap ujian.
Selain itu juga kondisi emosional
guru, akan mempengaruhi berat tidaknya belajar yang dilakukan. Ada guru
yang oleh sebagian siswa diistilahkan dengan guru ‘killer’. Jika
mendapatkan guru yang demikian, ini akan mengakibatkan kita enggan untuk
berurusan dengannya. Dan akibatnya kita akan cari aman. Belajar dengan guru
seperti ini ada untung dan ada ruginya. Keuntungannya, walaupun terkadang tidak
merasakannya adalah kita akan terpacu belajarnya, karena takut berurusan
dengannya. Sedangkan kerugiannya adalah suasana belajar di kelas yang tegang.
Untuk menghadapi hal-hal demikian, berpikir positiflah. Sebab tidak semua guru
berkelakuan demikian, hanya beberapa saja. Jika kita mendapatkan guru demikian,
lihat sisi positifnya saja, jangan diambil pusing.
ü Tidak
ada bahan yang memadai.
Bahan
atau materi yang akan dipelajari mutlak harus tersedia. Bahan atau materi bisa
didapatkan dari berbagai sumber, misalnya buku, media masa, halaman web ataupun
dari pakar yang berkompeten dalam subjek yang akan dipelajari. Ketiadaan sumber
materi akan menghambat proses belajar .
ü Kesungkaran
objek yang dipelajari
Tingkat kesukaran subjek yang dipelajari ternyata adalah hal relatif.
Maksudnya, jika menurut kita hal itu adalah sesuatu yang sulit, rumit,
memusingkan, maka menurut orang lain mungkin itu adalah sesuatu yang mudah dan sederhana.
Jika suatu materi pelajaran yang menurut kita sulit, tentunya hal ini
disimpulkan setelah mati-matian mempelajarinya, maka segera lakukan diskusi
dengan teman, guru atau siapapun yang bisa kita ajak diskusi guna memecahkan
kebuntuan yang ada.
ü Kondisi
ekonomi
Banyak saudara kita yang terhimpit
beban ekonomi yang kian mencekik, dengan terpaksa mengorbankan belajar untuk
membantu orang tua. Banyak kita saksikan, mereka yang kekurangan dalam hal
ekonomi mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi. Ini seharusnya menjadi
pelajaran bagi yang hidup berkecukupan. Jangan sia-siakan setiap kesempatan
belajar yang ada.
II.J Faktor yang Mendukung
Proses Belajar
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar, dibedakan
atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor
tersebut saling mempengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas
hasil belajar.
1.
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal
ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
a.
Faktor Fisiologis
Faktor
fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama,
keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi
aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Kedua,
keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar,
terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah
aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, merupakan pintu masuk
bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehingga
manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar
dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru
maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif
maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang
memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara
periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
b.
Faktor Psikologis
Faktor psikologis
adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar.
Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah
kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
ü Kecerdasan /Intelegensia
Pada
umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja,
tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan,
tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena
fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari
hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan
merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi intelegensia
seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam
belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensia individu, semakin
sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.
ü Motivasi
Motivasi
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang
aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin,
1994).Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
ü Minat
Secara
sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat
bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun
lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,
seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapinya atau dipelajarinya.
ü Sikap
Dalam
proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relative tetap
terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun
negatif.
ü Bakat
Bakat (aptitude)
didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan
belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki
seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang
menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka
bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan
berhasil.
2.
Faktor
Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi
belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial
dan faktor lingkungan non- sosial.
a
Lingkungan Sosial
ü Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi,
dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa.
Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk
belajar lebih baik disekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan
seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa
untuk belajar.
ü Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan
siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang
kebetulan belum dimilkinya.
ü Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat
mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua,
demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga,
orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan
aktivitas belajar dengan baik.
b
Lingkungan non sosial.
Faktor-faktor
yang termasuk lingkungan non-sosial adalah;
ü Lingkungan
alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar
yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang
sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor- faktor yang
dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan
alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
ü Faktor
instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas
belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain
sebagainya.
ü Faktor
materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru,
disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru
harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan kondisi.
II.K Upaya Mewujudkan Masyarakat
Belajar
Adapun upaya dalam rangka pendidikan seumur hidup
menurut Prof. Sulaiman Joesoef, meliputi hal-hal berikut :
a. Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri. Sebagaimana
suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau ide
formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman
pendidikan.
b. Konsep pelajar seumur hidup. Dalam pendidikan seumur
hidup berarti pelajar belajar karena respons terhadap keinginan yang didasari
untuk belajar dan angan-angan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang
membantu belajar.
c. Konsep Belajar Seumur Hidup. Belajar seumur hidup
dimaksudkan adalah orang-orang yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar
seumur hidup, melihat belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi
peroblema dan terdorong tinggi sekali untuk belajar di seluruh tingkat usia,
dan menerima tantangan dan perubahan seumur hiudp sebagai pemberi kesempatan
untuk belajar baru.
d. Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup. Dalam
konteks ini, kurikulum didesain atas dasar prinsip pendidikan seumur hidup
betul-betul telah menghasilkan pelajar seumur hidup yang secara berurutan
melaksanakan belajar seumur hidup.
e. Arah Pendidikan Seumur Hidup
II.L Revolusi Cara Belajar
1.
Posisikan kembali peran komunikasi elektronik
didunia Pendidikan.
2.
Pelajari Komputer dan internet.
3.
Perbaiki secara total pendidikan bagi
orangtua, khususnya orangtua baru.
4. Galakkan
Layanan Kesehatan bagi anak-anak demi menghindarkan mereka dari kesulitan
belajar.
5.
Ciptakan program pertumbuhan anak-anak yang
bermutu bagi setiap orang.
6.
Laksanakan program pengajaran ketinggalan
pelajaran di setiap sekolah.
7. Temukan
gaya belajar dan kecerdasan individu, dan layani setiap gaya yang ada.
8.
Agendakan bagi setiap orang: belajar tentang
cara belajar dan cara berfikir.
9.
Definisikan ulang apa yang harus diajarkan
disekolah.
10. Polakan
kurikulum dalam empat bagian, dengan penilaian diri, dan pelatian ketrampilan
hidup sebagai komponen kunci.
11. Terapkan
tiga tujuan untuk sebagian besar studi.
12. Definikan
ulang tempat-tempat terbaik untuk pengajaran bukan hanya disekolah.
13. Bukalah
pikiran dan ciptakan Komunikasi yang segar.
Dalam proses belajar 10% dari apa yang
kita baca,20% dari apa yang kita dengar,
30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari
apa yang kita katakana, 90% dari apa yang kita katakana dan lakukan.
II.M
Membentuk Kemandirian
Setiap manuusia yang lahir di dunia ini tidak langsung dapat hidup
mandiri. Di awal kehidupannya, ia akan membutuhkan bantuan dari orang lain,
bahkan cenderung tergantung terhadap orang lain. Sejak bayi hingga anak-anak ia
akan sangat membutuhkan peran keluarga dan orang-orang di sekitarnya agar dapat
membantu ia untuk bertahan hidup. Namun seiring pertumbuhannya, sedikit demi
sedikit ia akan mampu mengurangi tingkat ketergantungannya kepada orang lain,
sehingga lama kelamaan ia dapat menjadi manusia yang mandiri.
Proses
belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi
dewasa dan mandiri. Manusia mengalami perubahan dari yang sebelumnya selalu
tergantung kepada orang lain menjadi manusia yang mandiri, bahkan justru akan
mampu membantu orang lain. Perubahan seperti ini seharusnya terus terjadi
sepanjang hayat selama manusia tersebut masih hidup. Namun pada kenyataannya,
sebagian besar manusia berhenti belajar setelah mereka merasa cukup dewasa.
Padahal pada dasarnya perubahan-perubahan sikap menuju arah yang lebih baik
harus selalu dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap perubahan-perubahan
yang timbul seperti halnya perubahan dalam bidang kemajuan teknologi dan
pengetahuan. Mereka yang terus melakukan proses belajar akan dapat mengikuti
perubahan yang ada, sedangkan mereka yang berhenti untuk belajar akan merasakan
kesulitan dalam menghadapi perubahan dan akan cenderung menjadi manusia yang
kurang mandiri.
Sudjana
(2001: 228) berpendapat bahwa dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri,
pendidikan luar sekolah dapat berperan untuk membantu peserta didik sehingga ia
dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya. Peserta didik perlu
dibantu untuk mampu berdialog dengan dirinya dan lingkungannya. Program-program
pendidikan non formal diarahkan untuk memotivasi peserta didik dalam upaya
mengaktualisasi potensi diri, berpikir, dan berbuat positif terhadap
lingkungan, serta mencapai kepuasan diri dan bermakna bagi lingkungan.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Pendidikan
sepanjang hayat adalah sebuah system konsep-konsep pendidikan yang menerangkan
keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar mengajar yang belangsung dalam
seluruh kehidupan manusia. Proses belajar sepanjang hayat berlangsung secara
kontinu dan tidak terbatas oleh waktu yang terpelajar tetapi semua lapisan
masyarakat bisa melaksanakannya.
Penerapan cara berfikir menurut asas
belajar sepanjang hayat akan mengubah pandangan kita tentang status social dan
fungsi sekolah, dimana tugas utama pendidikan sekolah adalah mengajar anak
didik bagaimana cara belajar.
Daftar Pustaka;
Gordon Dryden dan Dr.Jeannette Vos. Revolusi Cara Belajar.Bandung:2000
Hasbulloh, Dasar-dasarIlmu Pendidikan (Rajawali Pers: Jakarta, 2001) h. 64
Kuntoro, Sodiq A.
Pendidikan Dalam Perspektif Tantangan Bangsa : Kajian Pendidikan Sepanjang
Hidup. Yogyakarta: . 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar