Senin, 01 Juni 2015

LONGLIFE LEARNING


MAKALAH
“LONGLIFE LEARNING”



DISUSUN OLEH

NAMA                              : Winda Try Astuti
NIM                                  : 4611414001
           
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
JURUSAN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan, rahmat dan karunia-nya sehingga saya dapat menyelesaikan dan menuyusun makalah Longlife Leraning. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas interpersonal skill. Makalah ini dibuat berdasarkan jurnal longlife learning yang ISSN, buku dan dari Internet.
Makalah ini diharapkan dapat membantu para pembaca untuk dapat memberi bekal pembelajaran pada diri mereka sendiri sehingga para pembaca bisa mengerti apa yang disampaikan oleh isi makalah ini. Saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk membuat makalah ini sebagai makalah yang akan mudah dimengerti oleh para pembaca, untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak baik praktisi maupun narasumber sangat saya harapkan.
Kepada semua pihak yang telah membantu selesainya makalah ini, saya mengucapkan banyak terimakasih semoga langkah awal kita ini merupakan ambil dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dan semoga kita sama mendapat limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin


Semarang, 20 Maret 2015       
Penulis 
 
Winda Try Astuti        




BAB I
PENDAHULUAN

       I.A       Latar Belakang
          Belajar merupakan aktivitas anak (manusia) yang sangat vital. Dibandingkan dengan mahluk lain, di dunia ini tidak ada mahluk hidup yang sewaktu baru dilahirkan sedemikian tidak berdayanya seperti bayi manusia tidak ada mahkuk lain di dunia ini yang setelah dewasa mampu menciptakan apa yang telah diciptakan manusia dewasa.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari orang dewasa, niscaya binasalah ia. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak diajar atau di didik oleh manusia lain, meskipun bayi yang baru dilahirkan itu membawa beberapa naluri dan potensi-potensi yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Namun potensi-potensi bawaan tak dapat berkembang dengan baik tanpa adanya pengaruh dan luar. Usia bukan hanya mahiuk biologis seperti halnya hewan, tetapi juga mahiuk social budaya. Karena itu manusia membutuhkan kepandaian yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, dan semua ini hanya dapat dicapai melalui belajar. Jelas bahwa belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia. Disamping itu dapat dipahami bahwa anak (manusia) membutuhkan waktu yang lama untuk belajar, sejak dari masa kanak-kanak sampai masa tua sepanjang kehidupannya.
       I.B       Rumus Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Learning?
2.      Apa saja pilar Learning ?
3.      Apa saja konsep longlife Learning ?
4.      Apa saja ciri-ciri Learner ?
5.      Apa saja dasar, tujuan dan manfaat longlife learning?
6.      Apa saja target longlife learning?
7.      Apa saja Implikasi Longlife Learning ?
8.      Apa saja proses Longlife Learning?
9.      Apa saja Faktor yang menghambat proses belajar ?
10.  Apa saja Faktor yang Mendukung proses belajar ?
11.  Apa saja Upaya mewujudkan masyarakat belajar ?
12.  Apa saja Revolusi Belajar ?
13.  Bagaimana membentuk kemandirian ?
       I.C       Tujuan
1.      Untuk memenuhi tugas interpersonal skill
2.      Untuk mengetahui konsep longlife learning secara menyeluruh.


























BAB II
PEMBAHASAAN

     II.A     Pengertian Learning
Berikut pengertian Belajar menurut para ahli,antara lain:
                                 1.         Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau  psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
                                 2.         Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
                                 3.         Hilgard berpendapat Learning is the proses by which an activity originates as changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment). Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam Iingkungan alamiah.
                                 4.         Morgan berpendapat belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
                                 5.         James P. Chaplin berpendapat learning yang berarti perolehan dari sembarang perubahan yang relative permanent dalam tingkah laku sebagai hasil praktek atualisai pengalaman.
Dikata belajar apabila membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat dan  kepercayaan diri. Karena itu seorang yang belajar itu tidak sama lagi dengan saat sebelumnya, ia lebih sanggup menghadapi kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan, selain itu ia akan bertambah pengetahuan sehingga dapat menerapkan secara fungsional dalam situasi hidupnya.
Dalam hubungan dengan usaha pendidikan, maka belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Havinghurt berpedapat Fase-fase perkembangan pada manusia yaitu :
1.      Fase perkembangan masa kanak-kanak;
2.      Fase perkembangan masa anak;
3.      Fase perkembangan masa remaja;
4.      Fase perkembangan masa dewasa awal;
5.      Fase perkembangan masa setengah baya;
6.      Fase perkembangan masa tua.
Untuk memenuhi tugas-tugas pada setiap fase, dicapai melalui belajar. Dari hal itu muncul konsep belajar untuk memberikan layanan-layanan dari prioritas bagi mereka yang tidak lagi belajar pada pendidikan diri dan turut berpartisipasi didalam aktivitas kehidupan di dalam masyarakat.
      II.B     Empat Pilar Learning
Upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
1.      Learning to know : Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to How. Untuk mengimplementasikan “learning to know” (belajar untuk mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
2.      Learning to do : Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogjanya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata
3.      Learning to be : Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Pilar ketiga yang dicanangkan Unesco adalah “learning to be” (belajar untuk menjadi seseorang).
4.      Learning to live together : Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
     II.C     Konsep Longlife learning
Longlife learning (belajar sepanjang hayat) adalah konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia.
Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlangsung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Untuk indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup melalui kebijakan Negara ( Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap No. IV/ MPR / 1978 Tentang GBHN ) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional, antara lain :
                                 1.         Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka panjang ).
                                 2.         Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam keluarga (rumah tangga ), sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. (BAB IV GBHN bagian pendidikan ).
     II.D     Ciri-ciri Longlife Learner
Ilmu yang dimiliki oleh seseorang akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya, begitu juga lifelong learner sejati. Menurut Eikenberry (2007) ada beberapa karekteristik yang secara umum dimiliki oleh lifelong learner yaitu :
1.    Memiliki pola pikir yang tertata.
Dalam melakukan kegiatan termasuk belajar kita harus memiliki pikiran seperti seorang ahli. Pikiran tersebut akan memberi peluang besar untuk menguasai ilmu pengetahuan.
2.    Membuat hubungan.
Agar pengetahuan dapat berkembang maka diperlukan penguasaan pembuatan hubungan antara informasi yang satu dengan yang lain.
3.    Fleksibel dan dapat beradaptasi dengan baik.
Belajar adalah akibat adanya perubahan, lifelong learner harus dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi.
4.      Selalu mempelajari sesuatu.
Lifelong learner menyamakan otaknya dengan otot yang harus terus dilatih setiap hari secara rutin.
5.      Penuh rasa keingintahuan.
Satu dari banyak pertanyaan menakjubkan yang sering dilontarkan oleh seorang lifelong learner adalah `mengapa`. Pertanyaan ini menggambarkan rasa keingintahuan yang besar.
6.      Cara Belajar dengan banyak.
Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan proses belajar. Namun yang terbaik adalah memadukan berbagai langkah misalnya saja dengan memaksimalkan membaca, mendengar dan berbicara bahkan praktek.
7.      Menjadi sumber ilmu.
Ada banyak hal yang dapat diperoleh dengan menjadi sumber ilmu. Selain pemahaman lebih mendalam, ilmu pengetahuan yang dimiliki semakin terasah.
Disamping itu, tujuh karakter seorang lifelong learner lebih singkat diungkapkan oleh Smith (2007) yaitu :
1. Memiliki pengetahuan dengan pemahaman mendalam
2. Pemikir kompleks
3. Orang yang kreatif
4. Aktif dalam mencari informasi
5. Pembicara efektif
6. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
7. Pembelajar sendiri yang ulung
      II.E     Dasar,Tujuan, dan Manfaat Longlife Learning
·                     Dasar Long life Learning
Pembahasan tentang konsep pendidikan seumur hidup ini diuraikan dalam dua bagian yaitu ditinjau dari dasar teoritis/ religios dan dasar yuriditisnya.
                                 1.         Dasar Teoritis/ Religious
Konsep pendidikan seumur hidup ini pada mulanya dikemukakan oleh filosof dan pendidik Amerika yang sangat terkenal yaitu John Dewey. Kemudian dipopulerkan oleh Paul Langrend melalui bukunya : An Introduction to Life Long Education. Menurut John Dewey, pendidikan itu menyatu dengan hidup. Oleh karena itu pendidikan terus berlangsung sepanjang hidup sehingga pendidikan itu tidak pernah berakhir. Konsep pendidikan yang tidak terbatas ini juga telah lama diajarkan oleh Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi :
للحدالىإلمهدامنلعلماطلبا
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahad”.
                                 2.         Dasar Yuridis
Konsep pendidikan seumur hidup di Indonesia mulai dimasyarakatkan melalui kebijakan negara yaitu melalui :
a.       Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 JO TAP. NO. IV/MPR/1978 tentang GBHN menetapkan prinsip-prinsip pembangungan nasional, antara lain :
ü  Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (Arah Pembangunan Jangka Panjang)
ü  Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga (rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Bab IV GBHN Bagian Pendidikan).
b.      UU Nomor 2 Tahun 1989
Penegasan tentang pendidikan seumur hidup, dikemukakan dalam Pasal 10 Ayat (1) yang berbunyi : “penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu pendidikan luar sekolah dalam hal ini termasuk di dalamnya pendidikan keluarga, sebagaimana dijelaskan pada ayat (4), yaitu : “pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan”.
UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 4 sebagai berikut :
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebanyakan.
·         Tujuan Longlife Learning
1.                  Mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembaurannya seoptimal mungkin.
2.                  Dengan meningkatkan proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung seumur hidup
·         Manfaat Longlife Learning
1.      Tinjauan Ideologis
Pendidikan seumur hidup atau lifelong learning akan memungkingkan seseorang mengembangkan potensi-potensinya sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebab pada dasarnya semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak sama, khususnya untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan keterampilannya (skill).
2.      Tinjauan Ekonomis
Melalui pendidikan, merupakan cara paling efektif untuk keluar dari suatu lingkaran yang menyeret kepada kebodohan dan kemelaratan. Pendidikan seumur hidup dalam konteks ini memungkingkan seseorang untuk :
a.       Meningkatkan produktifitasnya
b.      Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber daya dimilikinya
c.       Memungkinkan hidup dalam lingkungan yang lebih sehat dan menyenangkan
d.      Memiliki motivasi dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya secara tepat, sehingga pendidikan keluarga menjadi sangat penting dan besar artinya.
3.      Tinjauan Sosiologis
Pada umumnya di negara-negara sedang berkembang ditemukan masih banyaknya para orang tua yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, banyak anak-anak mereka yang kurang mendapatkan pendidikan formal, putus sekolah atau tidak bersekolah sama sekali. Dengan demikian pendidikan seumur hidup kepada orang akan merupakan solusi dari masalah tersebut.
Di negara demokrasi, menginginkan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak memilih dan memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR dan sebagainya.
5.      Tinjauan Teknologis
Di era globalisasi seperti sekarang ini, tampaknya dunia dilanda oleh eksplosi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan berbagai produk yang dihasilkannya. Semua orang, tak terkecuali para pendidik, sarjana, pemimpin dan sebagainya dituntut selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya seperti apa yang terjadi di negara maju.
6.      Tinjauan Psikologis dan Paedagogis
Perkembangan IPTEK sangat pesat mempunyai dampak dan pengaruh besar terhadap berbagai konsep, teknik dan metode pendidikan. Disamping itu, perkembangan tersebut juga makin luas, dalam dan kompleks, yang menyebabkan ilmu pengetahuan tidak mungkin lagi diajarkan seluruhnya kepada anak didik di sekolah.
Oleh karena itu, tugas pendidikan jalur sekolah yang utama sekarang ialah mengajarkan bagaimana cara belajar, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus sepanjang hidupnya, memberikan skill kepada anak didik secara efektif agar dia mampu beradaptasi dalam masyarakat yang cenderung berubah secara cepat. Berkenaan dengan itulah, perlu diciptakan suatu kondisi yang merupakan aplikasi asas pendidikan seumur hidup atau lifelong learning.Demikian keadaan pendidikan seumur hidup yang dilihat dari berbagai aspek dan pandangan. Sebagai pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisisr untuk belajar disetiap kesempatan sepanjang hidup mereka. Semua itu adalah tujuan untuk menyembuhkan kemunduran pendidikan sebelumnya, untuk memperoleh skill yang baru, untuk meningkatkan keahlian mereka dalam upaya pengertian tentang dunia yang mereka tempati, untuk mengembangkan kepribadian dan tujuan-tujuan lainnya.
Konseptualisasi pendidikan seumur hidup yang merupakan alat untuk mengembangkan individu-individu akan belajar seumur hidup agar lebih bernilai bagi masyarakat.
      II.F      Target Longlife Learning
Belajar sepanjang hayat dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga, dalam pendidikan formal, dan dalam pendidikan non formal.
a.       Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga
Tempat belajar yang pertama bagi seorang manusia adalah lingkungan keluaraga, pada tahap inilah tahap yang paling menentukan seorang anak untuk memulai pembelajaran dalam keluarganya.Khususnya dalam ajaran Islam pembelajaran sudah dimulai ketika seorang bayi masih berada dalam rahimnya, dalam konsep ini jelas bahwa Islam memang sangat memperhatikan umatnya untuk senantiasa belajar. Kemudian dalam Islam dijelaskan berdasarkan hadis Rasulullah Saw “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai Yahudi Nasrani atau Majusi.” Dalam hadis ini jelas bahwa peran orang tua dalam keluarga sangatlah penting untuk mendidik putra-putrinya, orang tuanyalah yang akan membentuk pribadi anaknya dalam lingkungan keluarga. Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga menurut penulis bisa dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1.      Belajar pada masa balita
Dalam masa balita orang tua mulai bisa mengajarkan kepada anaknya, sesuai dengan kemampuan serta fase perkembanganya.Misalnya dengan mengajarkan atau melatih anak untuk bisa merangkak, kemudian berdiri, berjalan walaupun pembelajaran seperti ini bisa terjadi secara alami tapi tetap membutuhkan perhatian khusus dari orang tua. Selain itu pada masa balita bisa dilakukan pembelajaran seperti mengucapkan kalimat atau kata sederhana serta belajar bicara dan lain sebagainya
2.      Belajar pada masa kanak-kanak
Dalam fase ini orang tua mempunyai peranan penting untuk memberikan pembelajaran pada anak-anaknya, orang tua mulai memberikan pembelajaran misalnya bagaimana mereka menggunakan pakaian atau melepaskannya, mebiasakan anak untuk hidup disiplin dengan cara memberikan contoh misalnya dengan berangkat dan pulang sekolah tepat waktu, belajar dan bermain sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Pada masa ini pembelajaran mengenai hidup bersih juga bisa mulai diberikan misalnya dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya. Dalam fase ini orang tua bukan hanya memberikan pembelajaran tetapi harus bisa memberikan contoh karena cenderung seorang anak biasanya melakukan sesuatu dari apa yang dilihatnya. Pada masa ini pembentukan karakter juga bisa diberikan misalnya dengan mencium tangan orang tua ketika berangkat dan pulang sekolah disertai mengucapkan salam, menghormati yang lebih tua, membiasakan sholat lima waktu dan lain sebagainya.
3.      Belajar pada masa remaja
Masa remaja merupakan masa yang paling rentang, pada fase ini seorang anak cenderung mempunyai sifat labil, oleh sebab itu peranan orang tua dalam memberikan pembelajaran dalam lingkungan keluarga sangatlah penting.Agar pada masa ini bisa berkembang dengan baik, tanpa terpengaruh oleh lingkungan luar, terpengaruh oleng teman-teman bergaulnya. Pada masa ini konsep pembelajaran sepanjang hayat mempunyai peranan penting karena dalam fase ini pula seorang anak akan mulai mencari jati dirinya, mulai mengenal dunia pergaulan, dan cenderung memiliki keinginan untuk punya kebebasan dalam melakukan sesuatu. Pembelajaran disiplin dan pengwasan serta perhatian dari orang tua sangatlah penting agar anak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang positif serta berkembang secara normal.
4.      Belajar pada masa dewasa
Konsep belajar sepanjang hayat pada masa dewasa merupakan masa yang penting dilakukan dalam lingkungan keluarga.Pada fase ini seorang anak remaja yang berkembang menjadi manusia dewasa mulai mengenal jati dirinya, bahkan memilki karakter tersendiri.Pada masa ini pula biasanya kecenderungan seseorang untuk menyudahi belajar sangat dominan khususnya perempuan.Diawali selesai masa kuliah, kemudian menikah, punya anak dan memilki keluaraga.Pada masa-masa ini seseorang cenderung lebih memetingkan keluarga, pekerjaan dibadingkan dengan belajarnya.Padahal pada masa ini pembelajaran masih tetap bisa dijalankan.Oleh sebab itu dalam lingkungan keluarga ini orang tua harus bisa memberikan pemahan kepada anak-ankanya agar terus belajar sepanjang hidupnya, baik belajar formal maupun non formal.
5.      Belajar pada masa tua atau usia lanjut
Dalam lingkungan keluarga Konsep pembelajaran dalam Islam bahwa belajar tidak mengenal usia, sesuai dengan hadis yang ada pada landasan diatas. Maka sesunggunya pada usia ini seseorang harus tetap belajar, yang tentunya dilakukan dalam keluarga. Pada masa ini orang tua bisa belajar pada anak-anaknya atau pada masa ini orang tua memberikan pembelajaran pada anak-anaknya. Karena sesunggunya belajar sepanjang hayat bukan hanya belajar tapi juga memberikan pembelajaran. Orang tua yang memilki banyak ilmu maka ia akan semakin bijak dalam mengambil keputusan dalam setiap masalah yang dihadapi dalam hidupnya.
b.      Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Formal
Pembelajaran sepanjang hayat (Long Life Learning) dalam pendidikan formal, adalah pembelajaran yang sistematis dan terencana, memilki tujuan – tujuan khusus sesuai dengan bakat, kemampuan atau jurusan yang diminati oleh pembelajar. Yang termasuk dalam pendidikan formal adalah dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi, D1, D2, D3, S1,S2, dan S3. Pada pendidikan formal setelah seseorang meyelesaikan program sekolah menegah atas atau kejuruan, setiap orang diperbolehkan untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, tak mengenal usia, jenis kelamin, suku dan golongan. Oleh sebab itu hal ini berlaku sampai kapanpun selama sesorang masih memilki keinginan untuk belajar maka selama itu pula banyak kesempatan bagi setiap orang untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.
c.       Belajar sepanjang hayat dalam pendidikan Non Formal
Belajar tidak mengenal usia, waktu dan tempat, dimanapun kapanpun kita bisa belajar dari kehidupan ini. Belajar tidak harus dibangku sekolah atau pendidikan formal serta berijazah, tetapi belajar bisa dimana saja, dari berbagai sumber yang berisi tentang pengetahuan.Banyak orang yang belajar ototidak (belajar sendiri) namun mereka lebih berhasil dari orang-orang yang berpendidikan formal, itu artinya belum tentu orang yang berpendidikan formal bisa lebih sukses daripada orang yang tidak berpendidikan formal. Sesungguhnya yang membuat orang menjadi sukses adalah kemampuannya beradaptasi dengan orang lain,  komunikatif, pandai begaul,  punya kemauan keras dan tentunya skil tidak kalah penting. Pendidikan non formal tidak mengenal ruang dan waktu, setiap orang bisa belajar kapanpun, orang bisa belajar dari apa yang dilihatnya, di dengarnya, dirasakannya, dialaminya dan lain sebagainya. Konsep pendidikan sepajang hayat pada pendidikan non formal lebih luas dari yang lainnya.Pendidikan non formal ini bisa dilakukan seperti kelompok belajar, organisasi, tempat kursus atau pelatihan, atau ditempat – tempat pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak.Oleh sebab itu sudah seharusnya setiap orang harus terus belajar dari setiap perjalanan hidupnya sampai ajal menjemputnya.Karena ilmu pengetahuan sangat berguna bagi setiap orang walalupun bagi orang yang sudah berusia lanjut sekalipun.
     II.G     Implikasi Longlife learnimg
Implikasi diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Menurut W.P Guruge dalam buku Toward Better Educational Management, implikasi pendidikan seumur hidup pada program pendidikan adalah :
1.      Pendidikan baca tulis fungsional
a.       Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
b.      Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya tersebut.
2.      Pendidikan vokasional
Pendidikan vokasional sebagai program pendidikan di luar sekolah bagi anak di luar batas usia sekolah atau sebagai program pendidikan formal dan non formal dalam rangka ‘apprentice ship training merupakan salah satu program dalam pendidikan seumur hidup. Namun pendidikan vokasional tidak boleh dipandang sebagai jalan pintas tetapi tetap dilaksanakan secara kontinu.
3.      Pendidikan profesional
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap profesi hendaklah tercipta built in mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi, dan sikap profesionalnya.
4.      Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari asas pendidikan seumur hidup.
5.      Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik perlu diberikan dalam pendidikan seumur hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara baik menjadi rakyat maupun pimpinan.
6.      Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang
Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang perlu diberikan secara konstruktif sebagai bagian konsep long life education. Dengan cara ini waktu senggang dapat dimanfaatkan berbasis budaya yang baik sehingga pendidikan seumur hidup dapat berjalan menyenangkan.
     II.H     Proses Longlife Learning
Tahapan belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh panca indera, karena proses belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar. Proses ini sering disebut dengan proses intern. Bagian yang kedua disebut proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
Menurut Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :
a.    Motivasi
Yang dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila dalam diri peserta didik tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses belajar tidak akan berjalan dengan baik. Jika demikian halnya, pendidik harus menumbuhkan minat belajar tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan menjelaskan pentingnya pelajaran dan mengapa materi itu perlu dipelajari.
b.      Perhatian pada Pelajaran
Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian peserta ini sangat tergantung pada pembimbing.
c.       Menerima dan Mengingat
Setelah memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi pada diri orang yang sedang belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan pengingatan ini, seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran , dan interverensi.
d.      Reproduksi
Dalam proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia terima. Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu menyajikan pengajarannya dengan cara yang mengesankan.
e.       Generalisasi
Pada tahap generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain.
f.       Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan serta Umpan Balik
Dalam tahap ini, peserta didik harus sudah memahami dan dapat menerapkan apa yang telah diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar memahami, maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tes yang diberikan pun dapat berupa tes tertulis maupun lisan. Selanjutnya, pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat mengetahui seberapa ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri.
       II.I       Faktor Penghambat Belajar.
Beberapa kondisi yang tidak kondusif memang tidak berpengaruh langsung terhadap kecerdasan seseorang. Akan tetapi jika dibiarkan, potensi seseorang tak mungkin tergali secara utuh. Untuk mengantisipasi hal tersebut, kita mesti mengenali beberapa faktor penghambat perkembangan kecerdasan sekaligus cara mengatasinya.
ü Stres
Stres bisa diartikan sebagai ketegangan fisik dan mental/emosional karena tubuh memberikan respons terhadap tuntutan, tekanan, dan gangguan yang ada di sekelilingnya. Stres bisa dipicu kejadian tertentu, selain akibat pengaruh lingkungan. Boleh dibilang stres itu sendiri bak pisau dibelah dua. Di satu sisi bisa memacu motivasi belajar. Bukan tidak mungkin dalam kondisi tertentu, stres justru membuat seseorang merasa terpacu untuk belajar akibat adanya persaingan. Stres yang seperti ini bisa dibilang berdampak positif. Sementara di sisi lain bisa saja stres menghambat proses belajar.
Dampak negatif muncul jika kadar stres sudah berlebihan (distress). Akibatnya, daya tangkap menurun. Bisa dipahami, stres yang berlebihan tentu menimbulkan hambatan emosi yang selanjutnya mengusik kemampuan seseorang menyerap dengan baik informasi maupun stimulasi dari lingkungannya.Akibat lebih jauh, proses belajar seseorang mengalami keterlambatan. Jika seharusnya ia bisa memahami pelajaran sekitar 80-100% dari yang diberikan, maka gara-gara kesal, marah, dan frustrasi kemampuan belajarnya jadi jauh berkurang. Selain itu, fungsi kerja organ-organ tubuh anak akan ikut terganggu. Gejalanya berupa beragam gangguan psikosomatis dari sakit perut, sakit kepala, demam, gatal-gatal, mual, dan sebagainya.
Berikut 2 hal yang umumnya menyebabkan anak stres:
1)  Tuntutan terlalu tinggi
Sejak bayi, orang tua pastilah berusaha merawat dan mengasuh anaknya supaya sehat dan cerdas. Beragam stimulasi dilakukan agar perkembangan anak bisa optimal. Tindakan ini awalnya jelas bertujuan baik, tapi jika berlebihan bisa membuat anak stres. Harapan orang tua yang terlalu tinggi membuat anak mudah frustrasi. Contohnya, bayi usia 6-7 bulan dituntut untuk belajar berjalan. Alih-alih bisa cepat berjalan, anak malah enggan turun ke lantai.
Begitu juga saat menginjak usia sekolah. Wajar bila orang tua berharap anaknya menguasai beragam kemampuan. Menjadi tidak wajar jika dalam mewujudkan harapan tadi orang tua lantas "menggenjot" anaknya mengikuti kursus ini-itu. Tentu tak terlalu jadi masalah kalau si anak memang berminat sekaligus memiliki kemampuan di bidang tersebut. Akan tetapi bagaimana jika sebaliknya? Tuntutan dan harapan yang tinggi bahkan kelewat tinggi malah bisa menjadi bumerang. Salah satunya, motivasi belajar anak merosot atau malah padam sama sekali.
Contoh lain adalah orang tua yang mendaftarkan anaknya ke sekolah dengan sistem full day semata-mata agar aktivitas belajarnya bisa terkontrol seharian. Padahal anak yang tak mampu mengikuti jam belajar yang lama atau panjang tentunya akan mengalami masalah. Bisa saja dia mogok sekolah gara-gara tak betah duduk manis. Ini akan terlihat dalam diri anak yang mengemukakan berbagai alasan agar bisa tidak masuk sekolah.
Solusinya, tak ada jalan orang tua mesti tanggap terhadap apa pun yang dialami anak. Cari tahu sumber stresnya. Dalam hal ini, orang tua mesti bersedia berintrospeksi diri. Bukan tidak mungkin anak stres gara-gara harapan orang tua yang terlalu tinggi. Pahami juga kebutuhan, keinginan dan kemampuan anak. Dengan kata lain, jangan memaksakan kehendak kita pada anak.
2)  Labeling
Pelabelan merupakan tindakan memberi label atau ciri-ciri pada anak berdasarkan perilaku, sifat, atau bentuk fisiknya. Contohnya menyebut anak dengan label, si lelet, si nakal, si malas, si hitam, si cengeng, si payah, dan sebagainya. Sebutan-sebutan negatif seperti itu asal tahu saja akan menghempaskan kebanggaan diri yang akhirnya membuat anak stres. Ironisnya, disadari atau tidak, anak yang kerap mendapat label-label negatif justru cenderung berperilaku sesuai dengan label yang ditempelkan padanya. "Ya saya memang payah. Belajar apa pun toh enggak akan membuat saya pintar."
Sungguh sayang jika potensi kecerdasan anak tidak terasah gara-gara ulah orang tua memberi label-label buruk kepadanya. Dampak pelabelan ini akan terasa saat anak menginjak usia prasekolah. Kenapa? Karena saat itulah anak bisa memahami sepenuhnya makna label yang diberikan kepadanya. Mulai saat ini, alangkah bijaksananya bila orang tua belajar menahan diri untuk tidak mengucapkan kata-kata yang bisa meruntuhkan harga diri anak.
Yang tak kalah penting, jangan pernah membanding-bandingkan seorang anak dengan anak lainnya. Contohnya bila si bungsu tak sepintar si sulung. Simpan saja keinginan berkomentar, "Tiru kakakmu itu lo yang selalu dapat nilai bagus!". Komentar-komentar tak sedap seperti itu hanya akan mengikis konsep diri anak. Fokuslah hanya pada kesalahan/kekurangan yang dilakukan anak dan bukan menyerang pribadinya. Kalau tulisannya kurang bagus, ya ajari bagaimana cara menulis yang benar agar hasilnya baik, tanpa harus mencapnya dengan sebutan negatif.
ü  Lingkungan yang tidak kondusif
Rumah dikatakan sebagai lingkungan kondusif jika seluruh anggota keluarga maupun sarana fisik yang ada mendukung kegiatan belajar. Lingkungan rumah yang aman dan nyaman tentu akan membuat anak senang bereskplorasi karena tak ada bahaya / hambatan yang menghadang. Masalahnya, sering tidak disadari ada beberapa kebiasaan dan kondisi di rumah yang mengganggu proses belajar anak. Antara lain televisi yang menyala terus, kelewat banyak menugaskan anak melakukan pekerjaan rumah tangga, serta tidak tersedianya meja belajar dan kamar bersih dengan penerangan cukup. Hal-hal tersebut pasti berpengaruh terhadap proses belajar anak.
Lingkungan sosial seharusnya juga memberi dukungan pada proses belajar anak. Jika orang-orang dewasa di sekitar tempat tinggalnya tidak pernah mengenalkan waktu belajar yang terarah, juga rutinitas kehidupan yang teratur maka sedikit banyak akan membuat anak jadi malas belajar. Begitu pula jika anak-anak di lingkungan rumah tidak terbiasa menjalani disiplin waktu, maka besar kemungkinan anak kita akan terbawa menjadi seperti itu. Terlebih di usia sekolah, pengaruh teman jauh lebih kuat dibanding pengaruh orang tua. Ia mungkin tak kuasa menolak ajakan temannya bermain sepanjang waktu, melupakan jam istirahat serta jam belajarnya.
ü  Trauma
Trauma bisa menghambat optimalisasi potensi yang dimiliki anak. Umpamanya, seorang anak sebenarnya berbakat dalam musik tapi karena ada pengalaman tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kegiatan bidang tersebut, ia akhirnya berusaha menjauh. Bisa karena guru musiknya yang tak ramah, suasana belajar yang tak menarik, dan sebagainya. Jangan heran kalau akhirnya potensi musikal si anak jadi tidak berkembang.
Trauma juga bisa muncul akibat kekerasan yang dialami anak (child abuse). Anak yang sering bersentuhan dengan kekerasan, entah dari orang tua atau sosok terdekat lainnya, sangat mungkin mengalami hambatan emosi. Tanpa kemampuan mengekspresikan emosi, akan sulit bagi anak untuk mengembangkan diri.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma, salah satunya dengan mengubah gaya pendekatan atau cara penyampaian materi. Kalaupun tetap tidak membuahkan hasil, mau tak mau anak harus dijauhkan dari si sumber trauma.
ü  Kejenuhan dalam belajar.
Jenuh dalam belajar berarti belajar dalam waktu tertentu tetapi tidak mendatangkan hasil. Membaca, tetapi tidak memahami apa yang dibaca. Mendengar, tetapi pendengaran itu hanya sebatas mendengar saja, tidak merekam, masuk kiri keluar kanan. Singkatnya, ketika dalam keadaan jenuh, akan sangat sulit untuk mencapai kondisi konsentrasi, artinya tidak ada kerjasama yang baik antara indra yang terlibat dalam belajar dengan otak.Muhibbin Syah dalam bukunya yang berjudul Psikologi Belajar menyatakan bahwa “penyebab kejenuhan yang paling umum adalah keletihan yang melanda si pembelajar, karena keletihan dapat menjadi penyebab munculnya perasaan bosan pada pembelajar yang bersangkutan”. Menghindari keletihan adalah hal yang paling disarankan, agar ketika  belajar, berada pada kondisi yang benar-benar siap belajar. Kemudian jika keletihan telah melanda, apa yang harus dilakukan atau jika hal itu belum muncul, apa yang bisa dilakukan untuk menghindarinya.
Pada buku yang sama Muhibbin Syah menyarankan beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu :
-          Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang lebih.
-          Menjadwalan ulang kegiatan rutin yang akan dikerjakan.
-          Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar.
ü  Tidak menyenangi objek yang dipelajari.
Ketika hendak mempelajari sesuatu, maka perasaan senang dululah yang terlebih dahulu dimunculkan terhadap subjek yang akan dipelajari. Ketika muncul rasa tidak senang dalam diri untuk mempelajari sesuatu, maka secara tidak sadar orang tersebut telah menggerakkan otak untuk menolak segala sesuatu yang berkaitan dengan subjek yang akan ia pelajari.
ü  Kondisi Psikologi
Ketika belajar, seharusnya  berada dalam keadaan yang rileks dan siap menerima materi pelajaran. Kondisi ini diibaratkan sebuah gelas kosong siap diisi air. Gelas kosong tersebut tentunya dalam keadaan tidak terbalik. Jika gelas kosong dalam keadaan terbalik, maka air yang dikucurkan tidak pernah akan masuk ke dalam gelas. Kondisi gelas yang benar diibaratkan konsidi psikologis yang siap belajar, siap menerima kucuran ilmu. Sedangkan kondisi gelas yang terbalik itu diibaratkan kondisi ketika tidak siap belajar, dan tidak akan mendapatkan ilmu ketika  dipaksakan belajar.
ü  Tidak menyenangi objek yang dipelajari.
Setelah seseorang menyenangi suatu pelajaran, maka tidak berhenti disitu saja. Jika seseorang berpatokan ketika menyenangi suatu pelajaran, maka ia tidak akan merasa kesulitan dalam belajar, hal tersebut salah total. Setelah menyenanginya pelajaran tersebut, sebaiknya harus mencari tahu apa manfaat mempelajari suatu materi pelajaran tersebut. Hal tersebut meliputi apa yang akan didapatkan jika mempelajari pelajaran tersebut,  Apakah pengetahuan yang didapatkan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Buat sebanyak mungkin kemungkinan jawaban, semakin banyak jawaban yang dibuat, maka akan semakin membangkitkan motivasi dalam diri.
ü Guru yang kurang baik
Perlu dijelaskan disini, bahwa guru yang baik adalah bukan guru yang jenius. Kita mungkin pernah mendapatkan seorang guru yang katanya terlalu pintar, sehingga ketika ketika mengikuti pelajarannya yang terjadi adalah bingung, karena sang guru hanya berbicara dengan papan tulis. Bukan seperti itu guru yang baik. Guru yang baik justru guru yang dapat mentransferkan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya. Mentransferkan ilmu yang saya maksud adalah beliau mempunyai kemampuan untuk membuat anak didiknya menjadi paham terhadap subjek yang sedang dipelajari.
Ada sebagian siswa yang mendefinisikan guru yang baik adalah guru yang dengan mudah memberi nilai bagus kepada siswanya. Ini jelas keliru, jika hal ini terjadi, maka sang guru telah menodai kesucian pendidikan. Nilai hanya sebuah ukuran, dan nilai itu ditentukan oleh siswa bukan oleh guru. Tugas guru hanya mengolah nilai bukan menentukan nilai. Jadi jika ingin mendapatkan nilai bagus untuk nilai raport, maka berjuanglah untuk mendapatkan nilai bagus disetiap ujian.
Selain itu juga kondisi emosional guru, akan mempengaruhi berat tidaknya belajar yang dilakukan. Ada guru yang  oleh sebagian siswa diistilahkan dengan guru ‘killer’. Jika mendapatkan guru yang demikian, ini akan mengakibatkan kita enggan untuk berurusan dengannya. Dan akibatnya kita akan cari aman. Belajar dengan guru seperti ini ada untung dan ada ruginya. Keuntungannya, walaupun terkadang tidak merasakannya adalah kita akan terpacu belajarnya, karena takut berurusan dengannya. Sedangkan kerugiannya adalah suasana belajar di kelas yang tegang. Untuk menghadapi hal-hal demikian, berpikir positiflah. Sebab tidak semua guru berkelakuan demikian, hanya beberapa saja. Jika kita mendapatkan guru demikian, lihat sisi positifnya saja, jangan diambil pusing.
ü Tidak ada bahan yang memadai.
Bahan atau materi yang akan dipelajari mutlak harus tersedia. Bahan atau materi bisa didapatkan dari berbagai sumber, misalnya buku, media masa, halaman web ataupun dari pakar yang berkompeten dalam subjek yang akan dipelajari. Ketiadaan sumber materi akan menghambat proses belajar .
ü Kesungkaran objek yang dipelajari
Tingkat kesukaran subjek yang dipelajari ternyata adalah hal relatif. Maksudnya, jika menurut kita hal itu adalah sesuatu yang sulit, rumit, memusingkan, maka menurut orang lain mungkin itu adalah sesuatu yang mudah dan sederhana.
Jika suatu materi pelajaran yang menurut kita sulit, tentunya hal ini disimpulkan setelah mati-matian mempelajarinya, maka segera lakukan diskusi dengan teman, guru atau siapapun yang bisa kita ajak diskusi guna memecahkan kebuntuan yang ada.
ü Kondisi ekonomi
Banyak saudara kita yang terhimpit beban ekonomi yang kian mencekik, dengan terpaksa mengorbankan belajar untuk membantu orang tua. Banyak kita saksikan, mereka yang kekurangan dalam hal ekonomi mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi. Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi yang hidup berkecukupan. Jangan sia-siakan setiap kesempatan belajar yang ada.
      II.J      Faktor yang Mendukung Proses Belajar
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar, dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1.         Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
a.       Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehingga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
b.                  Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
ü Kecerdasan /Intelegensia
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi intelegensia seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensia individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.
ü  Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
ü  Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapinya atau dipelajarinya.
ü  Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negatif.
ü  Bakat
Bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
2.         Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non- sosial.
a         Lingkungan Sosial
ü  Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik disekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi  dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
ü  Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
ü  Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
b        Lingkungan non sosial.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah;
ü Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
ü Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
ü Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi.
     II.K     Upaya Mewujudkan Masyarakat Belajar
Adapun upaya dalam rangka pendidikan seumur hidup menurut Prof. Sulaiman Joesoef, meliputi hal-hal berikut :

a.       Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri. Sebagaimana suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan.
b.      Konsep pelajar seumur hidup. Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar belajar karena respons terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan angan-angan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.
c.       Konsep Belajar Seumur Hidup. Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi peroblema dan terdorong tinggi sekali untuk belajar di seluruh tingkat usia, dan menerima tantangan dan perubahan seumur hiudp sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru.
d.      Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup. Dalam konteks ini, kurikulum didesain atas dasar prinsip pendidikan seumur hidup betul-betul telah menghasilkan pelajar seumur hidup yang secara berurutan melaksanakan belajar seumur hidup.
e.       Arah Pendidikan Seumur Hidup
      II.L     Revolusi Cara Belajar
1.    Posisikan kembali peran komunikasi elektronik didunia Pendidikan.
2.    Pelajari Komputer dan internet.
3.    Perbaiki secara total pendidikan bagi orangtua, khususnya orangtua baru.
4.    Galakkan Layanan Kesehatan bagi anak-anak demi menghindarkan mereka dari kesulitan belajar.
5.    Ciptakan program pertumbuhan anak-anak yang bermutu bagi setiap orang.
6.    Laksanakan program pengajaran ketinggalan pelajaran di setiap sekolah.
7.    Temukan gaya belajar dan kecerdasan individu, dan layani setiap gaya yang ada.
8.    Agendakan bagi setiap orang: belajar tentang cara belajar dan cara berfikir.
9.    Definisikan ulang apa yang harus diajarkan disekolah.
10.  Polakan kurikulum dalam empat bagian, dengan penilaian diri, dan pelatian ketrampilan hidup sebagai komponen kunci.
11.  Terapkan tiga tujuan untuk sebagian besar studi.
12.  Definikan ulang tempat-tempat terbaik untuk pengajaran bukan hanya disekolah.
13.  Bukalah pikiran dan ciptakan Komunikasi yang segar.
Dalam proses belajar 10% dari apa yang kita baca,20%  dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakana, 90% dari apa yang kita katakana dan lakukan.
II.M Membentuk Kemandirian
Setiap manuusia yang lahir di dunia ini tidak langsung dapat hidup mandiri. Di awal kehidupannya, ia akan membutuhkan bantuan dari orang lain, bahkan cenderung tergantung terhadap orang lain. Sejak bayi hingga anak-anak ia akan sangat membutuhkan peran keluarga dan orang-orang di sekitarnya agar dapat membantu ia untuk bertahan hidup. Namun seiring pertumbuhannya, sedikit demi sedikit ia akan mampu mengurangi tingkat ketergantungannya kepada orang lain, sehingga lama kelamaan ia dapat menjadi manusia yang mandiri.
Proses belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami perubahan dari yang sebelumnya selalu tergantung kepada orang lain menjadi manusia yang mandiri, bahkan justru akan mampu membantu orang lain. Perubahan seperti ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat selama manusia tersebut masih hidup. Namun pada kenyataannya, sebagian besar manusia berhenti belajar setelah mereka merasa cukup dewasa. Padahal pada dasarnya perubahan-perubahan sikap menuju arah yang lebih baik harus selalu dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap perubahan-perubahan yang timbul seperti halnya perubahan dalam bidang kemajuan teknologi dan pengetahuan. Mereka yang terus melakukan proses belajar akan dapat mengikuti perubahan yang ada, sedangkan mereka yang berhenti untuk belajar akan merasakan kesulitan dalam menghadapi perubahan dan akan cenderung menjadi manusia yang kurang mandiri.  
Sudjana (2001: 228) berpendapat bahwa dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri, pendidikan luar sekolah dapat berperan untuk membantu peserta didik sehingga ia dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya. Peserta didik perlu dibantu untuk mampu berdialog dengan dirinya dan lingkungannya. Program-program pendidikan non formal diarahkan untuk memotivasi peserta didik dalam upaya mengaktualisasi potensi diri, berpikir, dan berbuat positif terhadap lingkungan, serta mencapai kepuasan diri dan bermakna bagi lingkungan.
























BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Pendidikan sepanjang hayat adalah sebuah system konsep-konsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar mengajar yang belangsung dalam seluruh kehidupan manusia. Proses belajar sepanjang hayat berlangsung secara kontinu dan tidak terbatas oleh waktu yang terpelajar tetapi semua lapisan masyarakat bisa melaksanakannya.
Penerapan cara berfikir menurut asas belajar sepanjang hayat akan mengubah pandangan kita tentang status social dan fungsi sekolah, dimana tugas utama pendidikan sekolah adalah mengajar anak didik bagaimana cara belajar.
Daftar Pustaka;
            Gordon Dryden dan Dr.Jeannette Vos. Revolusi Cara Belajar.Bandung:2000
            Hasbulloh, Dasar-dasarIlmu Pendidikan (Rajawali Pers: Jakarta, 2001) h. 64
Kuntoro, Sodiq A. Pendidikan Dalam Perspektif Tantangan Bangsa : Kajian Pendidikan Sepanjang Hidup. Yogyakarta: . 2001



Tidak ada komentar:

Posting Komentar